Malam ini adalah malam yang begitu menyesakkan bagiku, sudah lebih
dari sepuluh hari Aku tak bicara satu kata pun kepada istriku, sekedar
berucap salam Aku pun tak mampu. Latifa, dialah istriku yang ku
persunting dua bulan lalu, wanita bercadar ini sungguh membuatku ragu.
Pak Marto tetangga sebelah rumahku bersaksi kalau Latifa pernah
berboncengan dengan seorang pria yang tak kukenal dari desa sebelah.
“
Kamu kenapa toh Mas, diemin aku terus? Kalau Aku ada salah sama kamu,
aku mohon maaf ya Mas. Bukannya Rasulullah melarang kita sebagai umatnya
untuk tidak saling berdiam diri antar sesama lebih dari 3 hari ? ”
Latifa memulai pembicaraan.
Bibir ini masih saja tak mampu berucap
kepadanya.Wanita ini memang selalu menarik perhatianku, ucapannya,
perilakunya sungguh laksana bidadari dari surga walau akau belum pernah
melihatnya.Ketika guntur pedih itu menusuk hingga lapisan tengah
telingaku, Aku tak lagi memandanginya sebagai sesosok bidadari.
“ Masih diam juga ya Mas, perbanyak Istighfar ya Mas “ tambah Latifa
Suasana
makan malam saat itupun sangat memualkan bagiku. Aku tak tahan lagi,
sebagai seorang lelaki Aku harus bertindak cepat terhadap perilaku
istriku sendiri.Bagaimanapun umur pernikahan kami masih tergolong muda,
mana mungkin Aku merelakan istriku berjalan berduaan dengan pria lain.
Diam-diam
keesokan paginya dengan merelakan pekerjaan ku, Aku mengikuti setiap
kegiatan yang ia lakukan tanpa sepengetahuannya.Dengan pasti, aku
meyakinkan diri kalau hari ini ia pasti akan bersama pria itu lagi.Tepat
sekali apa yang ada dalam pikiranku itu, dia pergi berduaan dengan
seorang pria berkacamata,berkulit putih dan memakai peci.Aku mengikuti
mereka berdua dari belakang hingga terhenti di sebuah rumah yang identik
dengan rumah adat Joglo di kesultanan Jogja dan itu adalah rumah
mertuaku sendiri. Begitu dekatnya mereka, hingga pria tersebut tak
segan-segan mengunjungi rumah mertuaku,aku saja yang sudah jelas-jelas
resmi menjadi menantunya sangatlah takut menapakkan kakiku dirumah tua
tersebut.
Aku tak tahan lagi, ingin kuhajar hingga babak belur
sampai terbelah kacamata tebal milik pria tersebut.Aku menghampirinya
dengan nafas tersengal-sengal seperti kerasukan roh jahat, tangan ini
menggenggam erat sampai urat nadiku bermunculan. Latifa yang saat itu
melihat Aku seperti kesetanan langsung menghampiriku, dan menanyakan
kemunculanku.
“Mas, kamu kenapa toh seperti kesetanan saja? Kamu
mau apain Dion mas?dia itu adik aku,adik kanding aku” Latifa menenangkan
sekaligus menjelaskan.
“ Jadi, dia itu adiknya Kamu? “ Aku tersentak sekali lagi oleh ucapan wanita tersebut
Aku begitu malu, wajahku memerah tak karuan ketika mengetahui bahwa orang yang ku curigai sebagai selingkuhan istriku itu adalah adiknya sendiri yang baru pulang dari Kairo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar